Modus Baru PETI di Melawi: “Wartawan Gadungan” Berinisial AW Jadi Pengepul Emas, Diduga Libatkan Jaringan Lintas Daerah!




Jejak kasus||Melawi, Kalimantan Barat — Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Kabupaten Melawi kembali memantik perhatian publik.
Seorang pria berinisial AW diduga kuat menjadi pengepul emas ilegal sekaligus berlindung di balik tiga kartu identitas wartawan (KTA) dari media berbeda.
Sosok ini disebut-sebut sebagai “pemain besar” di wilayah Kecamatan Ella Hilir, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.

Warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa hampir seluruh hasil tambang emas ilegal di kawasan tersebut bermuara ke tangan AW.

“Kalau ada yang mau jual emas, biasanya ke Bos AW. Katanya aman, karena beliau ini sudah lama main di bidang itu,” ujar sumber itu, Selasa (14/10/2025).

Informasi lain menyebut bahwa AW dibantu oleh anaknya berinisial WH, yang berperan sebagai tangan kanan dan penghubung dengan jaringan pembeli dari luar daerah.

“WH sering bolak-balik lewat jalur air dan darat. Dia yang kumpulkan emas langsung dari para pekerja PETI. Katanya dekat dengan beberapa oknum aparat, jadi merasa aman,” ungkap warga lainnya.

Sejumlah warga juga mengaku tidak asing dengan nama AW.
“Semua orang sini tahu siapa dia. Bos AW itu pemain besar di Melawi,” kata seorang warga.

Dugaan Penyalahgunaan Profesi Jurnalis

Temuan bahwa AW memiliki tiga KTA wartawan dari media berbeda menimbulkan dugaan penyalahgunaan profesi jurnalis untuk menutupi aktivitas ilegal.
Padahal menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,

Pasal 1 ayat (4) menegaskan bahwa wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik pada perusahaan pers berbadan hukum, dan

Pasal 18 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kegiatan jurnalistik dapat dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Dalam konteks ini, seseorang yang menggunakan atribut wartawan tanpa bekerja di perusahaan pers resmi atau tanpa melaksanakan kegiatan jurnalistik yang sah tidak diakui sebagai wartawan, melainkan oknum penyalahguna profesi.

Menurut Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan, setiap wartawan wajib:

Mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) melalui lembaga yang telah diverifikasi oleh Dewan Pers.

Bekerja di perusahaan pers yang berbadan hukum dan memiliki penanggung jawab yang terdaftar di Dewan Pers.
Mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam menjalankan profesinya.

Dewan Pers juga menegaskan bahwa Kartu Pers atau KTA wartawan bukan dokumen legal untuk mendapatkan kekebalan hukum, melainkan hanya tanda identitas profesi.
Penyalahgunaan KTA untuk tujuan pribadi, bisnis, atau aktivitas ilegal dapat dilaporkan ke Dewan Pers dan aparat penegak hukum.

Kewenangan ini tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers, yang memberi mandat kepada Dewan Pers untuk:

“Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, serta memberi pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus pers.”

Selain itu, Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/XI/2023 tentang Standar Kompetensi Wartawan yang berlaku saat ini juga menegaskan bahwa hanya wartawan yang lulus UKW dan bekerja di media terverifikasi Dewan Pers yang diakui secara profesional.
Dengan demikian, penggunaan tiga KTA wartawan oleh AW tidak memiliki dasar etik maupun hukum apabila media yang dimaksud tidak terdaftar di Dewan Pers.

Analisis Hukum dan Sanksi Pidana

Dugaan penyalahgunaan profesi dan aktivitas penampungan emas ilegal yang dilakukan AW dapat dijerat dengan sejumlah ketentuan pidana, antara lain:

Pasal 263 KUHP – Pemalsuan surat atau identitas, dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun.
Pasal 378 KUHP – Penipuan atau penyamaran untuk memperoleh keuntungan pribadi, dengan ancaman penjara 4 tahun.
Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba – Kegiatan pertambangan tanpa izin, dengan ancaman penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

Pengamat hukum,menilai kasus seperti ini bukan hanya persoalan pidana ekonomi, tetapi juga pelanggaran terhadap martabat profesi pers.

“Jika seseorang menggunakan identitas wartawan untuk melindungi aktivitas ilegal seperti penampungan emas hasil PETI, maka itu bentuk pelanggaran berat. Tidak hanya mencoreng profesi jurnalis, tetapi juga memenuhi unsur pidana pemalsuan identitas dan penyalahgunaan kekuasaan semu,” tegasnya.

Desakan Masyarakat dan Tanggung Jawab Penegak Hukum

Masyarakat Kabupaten Melawi kini menyerukan kepada Kapolri dan Kapolda Kalimantan Barat untuk segera menelusuri kebenaran dugaan tersebut.

“Kami minta Kapolri dan Kapolda Kalbar segera bertindak. Jangan biarkan profesi wartawan dijadikan tameng untuk bisnis ilegal. Kalau benar punya tiga KTA wartawan dan jadi pengepul emas, itu penghinaan terhadap dunia pers,” ujar seorang tokoh masyarakat Ella Hilir.

Publik menilai, tindakan tegas dari aparat dan Dewan Pers penting untuk membersihkan citra profesi jurnalis, sekaligus mencegah agar kartu pers tidak dijadikan alat legitimasi untuk kepentingan melawan hukum.

Kasus ini memperlihatkan pentingnya verifikasi perusahaan pers dan sertifikasi kompetensi wartawan oleh Dewan Pers sebagai upaya menjaga profesionalisme jurnalisme Indonesia.
Penyalahgunaan profesi pers bukan hanya merugikan publik, tetapi juga mengancam integritas demokrasi dan kebebasan pers.

Media dan aparat diharapkan bekerja sama untuk memastikan setiap identitas jurnalis yang beredar di lapangan benar-benar sah, kompeten, dan menjalankan fungsi jurnalistik yang sebenarnya — menyampaikan kebenaran, bukan melindungi kejahatan.


Sumber : Tim Investigasi 
Red/Tim*